Jumat, 17 Januari 2020

Rindu

Rindu

adakah lagi tawa lepasmu
yang membuatku tersiksa dalam rindu
adakah lagi kekonyolanmu
yang lebih dari sekali membuatku tersipu
ataukah hanya selintas senyum beku
lalu saling memandang ragu
dan saling bertanya dalam qalbu
masihkah dirimu yang dulu
ingin aku, sejenak kembali dalam harimu
sebelum waktu,
renggut kembali kebersamaan itu.

Jumat, 28 September 2018

Masih terjebak dalam masalah yang sama


kiss the rain


Look into my eyes, you will see, and when you find me there, u search no more.
Dalam tali cinta kita, di perlukan adanya rasa saling memahami, kerna tidak semua perasaan yang di rasakan olehku kan terungkapkan, tidak semua dapat dengan mudahnya di katakan. Pada saat itu, aku hanya ingin pemahamanmu kepadaku bekerja. Kau ingin tau apa yang membuatku lelah? Bukan karena fisikku yang terus bekerja, namun di karenakan isi hatiku yang tak kunjung ku utarakan. Kini sudah lelah, yang tersisa hanya rasa sakit dan tentu saja seperti biasanya, rasa sakit ini akan di sampaikan melalui air mata. Tetes demi tetesnya kan menjadi perumpamaan setiap kata yang ku ucapkan, isaknya sebagai jarak kalimat yang ku kata katakan. Jika seandainya engkau mengerti bahwa yang sedang kuhadapi adalah perang melawan ego dan perasaanku, mereka saling beradu argumen dimana keduanya memiliki resiko masing-masing, sehingga mereka keduanya tak terhiraukan, dan air mata lah yang tergenang.
Pada proses menggoreskan perasaanku ini, airmata ku yang sedari tadi ku tunggu tak membulir jua, padahal hati sudah kian sangat sakit menahannya. Aku di linangi perasaan membingungkan. Egoku mengatakan bahwa aku harus mengungkapkan saja apa yang ku rasakan, tapi di sisi lain, hatiku sangat takut jika ucapanku dapat memberi bekas luka kepadanya. Aku memilih diam saja.
Ini semua belum berakhir sesungguhnya, namun aku tak ingin pembicaraan kita menjadi terlalu jauh sehingga menimbulkan akibat yang sama-sama kita berdua tidak menyenanginya. Tali kita abadi, namun pembahasan denganmu ini biar ku akhiri.
Maafku terucap jika aku terlalu egois dengan perasaanku, sehingga tak peduli lagi dengan kabar hatimu. Entah apa yang sedang kau kerjakan sekarang, yang pasti, aku tau bahwa rasa kalut sedang berlabuh juga di dermaga hatimu itu, semoga tepatnya. Kau sedang apa disana? Aku sangat ingin tau? Apakah menulis teriring tangis juga? Atau sudah berada dalam nyamannya ketidaksadaran dalam mimpi, atau mengerjakan tugasmu yang sering tertunda kerna memprioritaskan aku, ataukah sedang mengulang sajak yang perna kau ciptakan tempo lalu. Seharusnya aku tau semua itu, namun aku tersadar, seiring berjalannya waktu, memang ada yang berbeda dari hubungan kita, entah apa, namun jika pun aku menyadarinya, toh aku kan akan tetap diam saja.
Ya, kita sama-sama menginginkan kebersamaan kita tempo dulu, penuh dengan cerita, terutama di bawah langit hitam beserta panahan hujan yang mengucur bersama desir dari angin yang menerbangkan kita kepada kebahagiaan yang tak terlupakan. Aku masih ingat semua itu, kau sendiri yang mengingatkanku.
Baiklah, mungkin dalam persepsi orang yang membaca ini mengira bahwa aku menyalahkanmu atas apa yang terjadi dengan kita. Namun sebenarnya ini hanya untuk menyurahkan perasaan yang belum sempat ku luruhkan bersama tangisku. Hingga aku tersadar, dimana letak kesalahan kita, atau kesalahanku tepatnya.
Jika kau tidak bahagia bersamaku, maka aku sangat menyesal untuk itu. Hatimu yang tersakiti akan kubasuhkan dengan airmata tangisku, luka goresan itu, akan kusembuhkan dengan kenangan kita, aku tau, setiap luka akan selalu meninggalkan bekas, namun sangat kuharapkan, bekas itu kan terhapus dengan cintamu.
Cukup mungkin sampai disini curhatanku? Belum.

Senin, 10 September 2018

Cukup Aku Saja

Cukup Aku Saja

Aku berduka..
Atas kesedihan yang kualami sendiri. Atas rasa yang ku pendam, yang selalu tersimpan di hatiku kecilku yang terdalam.
Aku tidak tahu menahu tentang bermacam tulisan, tak peduli dengan estetika aksara, aku hanya ingin mengungkapkan kelamnya rasa.
Diriku yang menjadi subjek, aku lah pemeran utama, dalam kehidupanku sendiri, dengan lika-liku tersendiri.

Ingin ku ungkap sebuah puisi kecil tersingkap di pojok sudut sebuah rasa, bukan cinta, namun sesungguhnya lah derita.
 Dapatkah kau memahami isi hatiku? setelah apa yang ku sifatkan telah berbaris menjadi kata, menunggu tuk satu-persatu di ungkap hingga kebenaran hatiku tiada lagi gelap. Pasrah menjadi kata hatiku, sabar menjadi kebiasaanku. Di saat ku mencoba memahami orang lain yang tak berusaha untuk memahami ku pula. Ingin ku teriak hingga menembus langit, agar ia mendengar, bahwa aku hanya ingin untuk di pahami. Namun tak dapat mendengar rupanya. Masih jauh ternyata tuk sampai hingga telinganya? Mengapa?



Karena teriakanku dalam diriku saja, ketakutanku tuk menyakitimu adalah kesakitanku kurasa. Sungguh yang benar saja. Aku tak ingin kamu merasai luka yang sama. Cukup aku saja.

                                                                                        Banjarbaru, 11 September 2018. 12:57 am